Tim Kemenkominfo dipimpin oleh Gunarto selaku Kepala Sub Direktorat Penerapan Postel Direktorat Standarisasi dan Perangkat Ditjen SDPPI (Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika).
Boeing 777-300ER Garuda Indonesia |
Uji coba tersebut dilakukan bersamaan dengan demo terbang atau joy flight pesawat tersebut dari Jakarta (yang take off pada sekitar jam 19:00 WIB tanggal 6 Juli 2013) menuju Denpasar. Turut bersama juga dalam pengujian tersebut selain tim dari manajemen Garuda Indonesia, juga dari Kementerian Perhubungan dan dari PT Telkom.
Dikutip detikFinance dari siaran pers Kemenkominfo, Minggu (7/7/2013), berikut secara umum hasil pengujian tersebut:
- Tim Kominfo yang beranggotakan 8 orang (pejabat dan staf dari Ditjen SDPPI) melakukan pengujian secara seksama, intensif, tanpa tekanan, tanpa pesanan khusus, dilakukan secara profesional mengingat aspek keselamatan dan keamanan penerbangan harus lebih diutamakan. Dalam arti, seandainya memang diketemukan ketidak-laikan, maka harus disampaikan kondisi faktual yang ada. Dan sebaliknya, jika memang laik, maka kondisi faktual juga harus disampaikan pula baik dengan catatan ataupun tidak.
- Tim Kominfo telah melakukan pengecekan terhadap fisik perangkat, pengukuran sinyal terhadap access point dan BTS pico seluler-nya di GSM 1800.
- Seluruh perangkat yang diuji telah berfungsi dengan baik.
- Pada saat pengujian dan pengetesan penggunaan wifi tidak diketemukan adanya gangguan interferensi, baik interferensi terhadap saluran komunikasi yang digunakan oleh cockpit maupun terhadap penggunaan kanal frekuensi yang lain.
- Layanan telekomunikasi yang menggunakan wifi hanya boleh digunakan pada saat pesawat di atas ketinggian 10.000 kaki. Artinya, tetap dilarang menggunakan wifi pada saat take off maupun landing.
- Layanan telekomunikasi dalam bentuk voice belum diperkenankan, meskipun saat pengujian telah dapat dilakukan percakapan via telepon. Ini sepenuhnya tergantung keputusan managemen PT Garuda Indonesia.
- Layanan berbasis wifi yang boleh digunakan antara lain adalah untuk browsing internet, social network, email dan instant messaging.
- Mengingat pada tanggal 9 Juli pesawat tersebut akan digunakan untuk penerbangan Jakarta - Jeddah, maka pada saat itu akan dilakukan pengujian perdana pada penerbangan komersialnya.
- Kementerian Kominfo akan segera memproses seluruh kelengkapan dokumen administrasi secepatnya yang melibatkan Ditjen SDPPI dan Ditjen PPI (Penyelenggaraan Pos dan Informatika) khususnya Ditrektorat Telekomunikasi. Ini penting disampaikan karena konsep hasil pengujian ini akan dilaporkan pada pimpinan untuk memperoleh pengesahan.
- Meskipun hasil uji coba di pesawat Boeing 777-300ER telah berjalan dengan baik, namun bukan berarti penggunaan wifi diperbolehkan juga pada jenis pesawat lain milik PT Garuda Indonesia, karena tetap memerlukan pengujian secara komprehensif.
- Tim Kominfo sama sekali tidak membebankan pembiayaan untuk pengujian tersebut. Hanya saja jika seluruh proses perijinannya terpenuhi, PT Garuda Indonesia diwajibkan membayar PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak) sesuai ketentuan yang berlaku.
"Sikap kehati-hatian Kementerian Kominfo dalam penggunaan wifi terhadap pesawat Boeing 777-300ER ataupun terhadap pesawat lain-lainnya semata-mata dilakukan berdasarkan UU No. 36 No. 1999 tentang Telekomunikasi khususnya Pasal 33 Ayat (2) dan Pasal 38," jelas Kemenkominfo dalam siaran persnya.
Pasal 33 Ayat (2) menyebutkan, bahwa penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit harus sesuai dengan peruntukannya dan tidak saling mengganggu. Sedangkan Pasal 38 menyebutkan, bahwa setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan gangguan fisik dan elektromagnetik terhadap penyelenggaraan telekomunikasi.
Sehingga seandainya ada pihak-pihak tertentu yang menggunakan spektrum frekuensi radio tidak berizin, atau mungkin sudah berizin namun tidak sesuai dengan peruntukannya, melebihi power yang ditentukan dan atau menggunakan perangkat yang tidak resmi bersertifikat dari Kementerian Kominfo, maka akan dikenai sanksi pidana sebagaimana disebutkan pada UU Telekomunikasi, khususnya Pasal 53 ayat (1) yang menyebutkan, barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) atau Pasal 33 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan atau denda paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
Juga disebutkan pada ayat (2), bahwa apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling Iama 15 (lima belas) tahun. Dengan demikian, Kementerian Kominfo tidak ada ampun (toleransi) sedikitpun terhadap pelanggaran yang dimaksud, apalagi hingga menyebabkan korban jiwa.
"Oleh karena itu, Kementerian Kominfo bersikap adil dan terbuka pada setiap maskapai penerbangan apapun sejauh seluruh ketentuannya dipatuhi tanpa toleransi sedikitpun," tutup Kemenkominfo. (Detik)